LAPORAN
PRAKTIKUM
Mata Kuliyah : Teknologi Produksi Dosen : Maria Ulfa, S.Pt, M.Sc Ternak
Unggas
Praktikum ke : 5
Hari/tanggal : Jum’at/14 Maret 2014
Tempat :
Laboratorium Unggas
KUALITAS
TELUR EKSTERIOR
Kelompok J2K4
1.
Aisyah Suryani Siregar (D24135001)
2.
Yudha Endra P (D24135008)
3.
Eliani (D14135005)
4.
Miftahul Ulya (D14135007)
5.
Laila Kholifah Fauziah (D14120081)
6.
Naomi F Aruan (D24120076)
7.
Siti Kuswaldina (D14120107)
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Unggas
adalah jenis ternak bersayap dari kelas aves yang telah didomestikasikan.
Domestikasi ini dilakukan dengan tujuan, agar produksi dari unggas tersebut
dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan terutama protein hewani
untuk manusia. Unggas termasuk salah satu ternak yang cukup menguntungkan
karena selain daging dari unggas tersebut, telur yang diproduksi oleh unggas
juga bisa dikonsumsi oleh manusia. Tapi tidak semua telur ini dikonsumsi,
karena telur merupakan bakalan atau calon dari penerus unggas itu sendiri.
Selain dikonsumsi, telur tersebut juga harus melalui proses penetasan agar
individu baru muncul dan spesies unggas tidak punah.
Telur
tetas dan telur konsumsi memang memiliki perbedaan. Telur konsumsi biasanya
telur yang dihasilkan oleh ayam layer dan telur tersebut tidak dibuahi oleh
ayam jantan. Sedangkan telur tetas merupakan telur yang diperoleh dari ayam
betina yang sebelumnya telah dikawini oleh ayam jantan. Salah satu jenis unggas
yang dapat menghasilkan telur setiap hari yang telah kita kenal adalah ayam
kampung. Penetasan telur ayam kampung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penetasan telur dengan induk dan menggunakan mesin penetas atau inkubator. Menetaskan
telur berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang telur
terbuka atau pecah sehingga anak dapat keluar dan hidup. Penetasan secara alami
melalui induk kurang efektif dan efisien karena terbatasnya telur yang dapat
ditetaskan dalam waktu tertentu.
Penetasan
pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan
embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman sangat tergantung dari
jenis hewannya. Semakin kecil hewan, semakin kecil telur yang dihasilkan. Dan,
semakin tinggi suhu badan hewan, semakin pendek waktu penetasan telurnya. Bila
bentuk telur dan ukurannya seragam, waktu penetasan akan selalu hampir
bersamaan. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain seperti itik dan puyuh
tidak mempunyai sifat mengeram. Dahulu, untuk memperbanyak populasinya hanya
dengan seleksi alam, baik oleh induknya maupun oleh lingkungan. Namun saat ini,
dengan adanya alat penetas buatan akan mempermudah perbanyakan populasi unggas
ini.
Pada
prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama
seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga
posisi telur. Dalam proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki
kelebihan di banding dengan penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan
sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan
anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan
seleksi pada telur. Hal-hal yang mendukung keberhasilan dari penetasan dengan
mesin tetas antara lain adalah telur tetas itu sendiri harus telur yang fertil
yaitu telur dari betina yang di kawini pejantan, suhu dan kelembaban mesin
tetas harus tetap diperhatikan, sirkulasi udara dalam mesin tetas tetap lancar,
pemutaran telur dan juga candling yaitu peneropongan telur selama proses
penetasan sehingga dapat diketahui pertumbuhan embrionya.
Tujuan
Yang menjadi pokok bahasan utama praktikum dalam
kelompok J2K4 adalah untuk mengetahui dan meneliti tentang bobot telur, bentuk telur, kebersihan kerabang, kedalaman
kantung udara, tebal kerabang, abnormalitas, peneropongan dan lain-lain.
.
STUDI PUSTAKA
Karakteristik Fisik Telur
Tetas
Bentuk Telur dan
Permukaan Telur
Bentuk telur tetas
adalah bulat telur dalam artiaan tidak terlalu bulat dan tidak terlalu lonjong.
Telur yang tidak normal bentuknya akan menurunkan daya tetas yaitu telur yang
bentuknya normal daya tetasnya sekitar 33,8 % sedangka telur normal mencapai
71,1 %. Bantuk telur yang tak normal diantaranya lonjong, bulat, terdapat ban
ditengah, kulit tipis/tak berkapur, terlalu kecil, tanpa rongga udara dan
sebagainya
Bentuk
telur yang menyimpang merupakan keabnormalan pada telur. Bentuk telur yang
tidak proporsional berupa, bentuk telur yang tidak bulat dan tidak seimbang
perbandingan panjang dan lebarnya (Sodak, 2011). Panjang dan lebar ini
merupakan dasar penentuan indeks telur, indeks telur merupakan perbandingan
antara lebar dan panjang telur. Bentuk telur dipengarugi oleh lebar tidaknya
diameter isthmus. Apabila isthmus lebar, maka bentuk telur yang dihasilkan
cenderung bulat dan apabila diameter isthmus sempit, maka bentuk telur yang
dihasilkan cenderung lonjong(piliang, 1992).
Banyak masyarakat yang beranggapan
bahwa bentuk telur tetas yang lonjong akan menghasilkan anak ayam jantan dan
bentuk telur yang bulat akan menghasilkan ayam betina Menurut chan dan Zamroni
(1988), bentuk telur yang lonjong akan cenderung menghasilkan anak jantan dan
bentuk telur yang bulat cenderung menghasilkan ayam betina. Akan tetapi hal ini
belum bisa di buktikan ke akuratannya secara pasti.
Bobot Telur
Bobot telur tetas yang
baik adalah yang termasuk bobot normal sesuai dengan jens unggasnya misalnya
untuk ayam ras sekitar 55-65 g dan ayam kampung 45-55 g. Bobot telur tetas yang
ditetaskan juga harus seragam. Telur tetas yang terlalu kecil atau terlalu
besar kurang menguntungkan untuk ditetaskan. Bobot telur tetas sangat
tergantung dari banyak faktor antara lain : jenis unggas, pakan, lingkungan dan
lain-lain.
Hadijah (1987) menyatakan bahwa bobot telur
ternyata dapat digunakan sebagai indicator bobot tetas, dimana telur lebih
berat akan menghasilkan DOC yang lebih berat. Selain itu Coleman (1979)
berpendapat bahwa telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan bobot
tetas yang yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang
kecil, tetapi telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya Sefton
dan siegal (1974) menyatakan bahwa bobot telur denga bobot tetas mempunyai
hubungan korelasi yang positif. Hal ini dibuktikan juga dalam penelitian Liza (1992) yang menyatakn bahwa bobot
telur yang ditetaskan ternyata berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap
bobot tetas yang dihasilkan. Akan tetapi tidak
selamanya bobot telur berkorelasi positif dengan bobot tetas,
jika telur yang ditetaskan disimpan lebih dari tujuh hari. Hal ini disebakan
adanya penguapan cairan dari dalam telur, sehingga bobot telur menjadi turun.
Faktor
yang mempengaruhi berat telur yaitu genetik dan umur ayam, pakan, penyakit,
suhu lingkungan, musim, periode produksi (awal atau menjelang akhir), umur
dewasa kelamin, besar tubuh, banyaknya telur yang dihasilkan dan sistem
pengelolaan ayam (North dan Bell, 1990; Dharma et al., 2001). Kehilangan
berat telur terjadi seiring bertambahnya waktu penyimpanan telur. Kehilangan
berat telur merupakan salah satu perubahan yang paling jelas karena penyimpanan
telur. Hal ini terutama disebabkan oleh hilangnya kadar air dari albumen.
Penurunan berat telur disebabkan oleh lepasnya gas, seperti CO2, ammonia,
nitrogen , dan kadang-kadang H2S yang sebagian besar merupakan hasil dari
perubahan kimia pada telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Warna
Kulit telur
Dalam pemilihan telur tetas yang akan ditetaskan
harus dipilih yang seragam (uniform). Pada telur dengan kulit berwarna, maka
kulit dengan warna gelap lebih menghasilkan daya tetas (hatchability) tinggi.
Kulit
Telur
Kualitas klit telur berhubungan dengan daya
tetas. Kulit telur tebal akan memberikan daya daya tetas lebih baik dari yang
tipis. Selanjutnya tekstur kulit harus merata. Kulit retak/cacat tidak baik
untuk ditetaskan.
Umur
telur
Umur telur dalam penyimpanan sebaiknya tidak
lebih dari 7 hari. Suhu penyimpanan sekitar 10◦-13◦C 50◦-60◦F. Telur yang
terlalu lama disimpan berakibat penurunan daya tetas.
Kebersihan
Telur
Telur kotor sering menyebabkan menurunya daya
tetas. Pembersihan telur dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara kering dan
secara basah. Pembersihan telur dapat dilakukan de3ngan air hangat yang
mengandung desinfektan.
Kualitas
Telur
Telur adalah bakal dari hewan yang dikelilingi
oleh kulit yang dikenal dengan kerabang, dimana kulit ini berfungsi melindungi
embrio yang ada didalam. Ukuran dan bentuk telur unggas berbeda bagi setiap
spesies unggas, tetapi semua telur memiliki tiga bagian utama yaitu kuning
telur, putih telur, dan kerabang telur.
Kualitas telur adalah sesuatu yang dinilai,
dilihat dan diamati pada telur untuk perbandingan baik atau tidaknya telur
sehingga dapat dipergunakan untuk kebutuhan konsumen. Kualitas eksternal
dilihat pada kebersihan kulit, tekstur dan bentuk telur, sedangkan
kualitas internal dilihat pada putih telur (albumen) kebersihan dan viskositas,
ukuran sel udara, bentuk kuning telur dan kekuatan kuning telur. Penurunan
kualitas interior dapat diketahui dengan menimbang bobot telur atau meneropong
ruang udara (air cell) dan dapat juga dengan memecah telur untuk diperiksa
kondisi kuning telur dan putih telur (HU).
Penentuan kualitas telur didasarkan pada :
ciri-ciri telur yang berpengaruh terhadap penerimaan knsumen, daya duna telur,
dan keamanannya sebagai bahan pangan. Ada beberapa pengelompokan telur kedalam
beberapa tingkatan tergantung pada negara yang bersangkutan (2,3 atau 4
tingkatan). USDA membagi menjadi 4 tingkatan kualitas yaitu: Grade 1 (AA),
grade 2 (A), grade 3 (B) dan grade 4 (C). Sedangkan Indonesia membagi menjadi 3
tingkatan yaitu mutu 1,2 dan 3 (SNI-1995).
Adupun ciri-ciri penentu kualitas telur yang
harus diperhatikan adalah kerabang telur (kebersihan, keutuhan, bentuk,
kehalusan, dan ketebalan), kantung udara (kedalaman, letak, dan bentuk), putih
telur (kekentalan, dan ada/tidaknya noda), kuning telur (keutuhan, bentuk,
diameter dan ada/tidaknya noda). Perhatikan tabel pengelompokan telur
berdasarkan bobotnya dibawah :
Tabel
Pengelompokan telur berdasarkan bobotnya
Kelas
|
Ounces/doz
|
Gram/butir
|
Jumbo
|
30
|
70
|
Extra
Large
|
27
|
63
|
Large
|
24
|
56
|
Medium
|
21
|
49
|
Small
|
18
|
42
|
Peewee
|
15
|
35
|
Batas bobot 1 ounces = 28,31 g
Cara penilaian kualitas telup dapat dilakukan
dengan metode peneropongan dan pemecahan. Bagian telur yang dinilai adalah
bagian eksternal (kerabang telur), danbagian internal (kantung udara, putih
telur dan kuning telur).
Kerabang
Telur
Kerabang telur merupakan pembungkus telur yang
paling tebal, bersifat keras dan kaku. Pada kerabang terdapat pori-pori
yang berfungsi untuk pertukaran gas. Pada permukaan luar kerabang
terdapat lapisan kutikula, yang merupakan pembungkus telur paling luar.
Untuk kualitas kerabang, banyak faktor yang
berkaitan dengan kualitas kerabang meliputi gizi ternak yang cukup, masalah
kesehatan ternak, manajemen pemeliharaan, serta kondisi lingkungan peternakan.
Kerabang telur mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan
sisanya seperti magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan
tembaga.
Dalam penentuan kualitas telur secara eksterior,
yang diperhatikan yaitu : Bentuk telur (normal, sedikit normal,abnormal),
bobot/berat telur, panjang telur, lebar telur, keadaan kerabang (bersih, tidak
kotor, tidak pecah/utuh, kedalaman), keutuhan kerabang dapat dilakukan secara
visual atau peneropongan, ketebalan kerabang dengan menggunakan telur utuh
(merendam telur dalam berbagai konsentrasi larutan garam sehinggadiperoleh BJ
telur, mengukus kekuatan kerbng dgn alat khusus.
Kerabang termasuk lapisan gelatinous pembungkus
kerabang yaitu kutikula tersusun atas sebagian besar garam anorgamk, bahan
organik dan sedikit air. Kutikula merupakan yang tidak larut dalam air dan
membungkus kerabang (menutup pori-pori) serta berfungsi sebagai penghambat
masuknya mikrobia ke dalam isi telur. Komposisi kutikula terdiri atas 90 %
protein, polisakarida dan air. Protein penyusun kutikula mengandung glisin,
asam glutamat, lisin, sistin, dan tirosin yang cukup tinggi. Penyusun
polisakarida adalah hexosamin, galaktose, manose dan fucose.
Kerabang tersusun atas bagian-bagian : 1.
Matrix, yang merupakan serabut-serabut protein dan massa sphercaal, 2. Material
kristal calcite. Matrix terbagi menjadi 2 bagian yaitu matrix mammillary dan
matrix spongy.
Rata-rata keseluruhan interval antara
dua telur yang dikeluarkan dalam suatu clutch adalah 27 jam.
Ovulasi pada ayam secara normal terjadi 30 menit setelah telur sebelumnya
dikeluarkan. Jika sebutir telur keluar setelah pukul 14.00, ovulasi berikutnya
tidak akan terjadi dalam waktu 16 – 18 jam.Hal ini berkaitan dengan kurangnya
cahaya yang menstimulasi kelenjar pituitary untuk mensekresikan FSH yang
merangsang kerja ovarium (Suprijatna et al., 2005).
Kantung Udara Telur
Kantung
udara dipengaruhi oleh lama dan suhu penyimpanan telur, kelembaban dan
perubahan internal dari telur (Yuwanta, 2010). Kantung udara telur semakin
bertambah besar karena adanya penguapan air di dalam telur atau penyusutan
berat telur. Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah dapat menyebabkan
kantung udara cepat membesar akibat adanya penguapan air di dalam telur
(Romanoff dan Romanoff, 1963).
Seleksi
Telur Tetas
Kualitas
fisik dan kimia telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur.
Faktor kulitas telur dibagi menjadi dua yaitu faktor kualitas eksterior dan
interior. Faktor kualitas eksterior meliputi kebersihan telur, bentuk telur,
berat telur, indeks bentuk telur, dan kedalaman kantung udara. Faktor kualitas
interior antaralain ketebalan kerabang, berat kerabang, dan kandungan nutrien
telur. Karakteristik kimia telur secara keseluruhan meliputi kandungan air,
abu, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (United States
Departement of Agriculture, 2002). Persyaratan utama telur tetas yaitu telur
dalam kondisi fertil dan berasal dari breeder.
Mesin Tetas
Mesin tetas atau mesin penetas adalah mesin untuk menetaskan telur.
Berdasarkan sistem pemanasan mesin tetas dikelompokan dalam : sistem pemanas
udara diam (still air incubator atau
flatt incubator) dan sistem pemanas udara mengalir (forced draught incubator atau cabinet incubator atau circular air
incubator).
Mesi penetas dapat dibuat sederhana dan dapat pula dibuat secara otomatis
dan besar. Kapasitas mesin tetas dapat dibuat kecil dan besar. Pada mesin tetas
otomatis dan besar misalnya mesin tetas pada perusahaan penetasan pada umumnya
terdiri dari 2 mesin yaitu mesin setter dan
hatcher. Mesin setter berperan untuk
incubasi (pengeraman) dan mesin hatcer untuk penetasan.
Fumigasi Mesin Tetas
dan Telur Tetas
Fumigasi
dilakukan dengan menggunakan gas beracun untuk menghilangkan organisme yang
dapat membunuh embrio atau menginfeksi anak ayam saat penetasan. Fumigasi juga
dilakukan untuk menjaga telur atau perpindahan penyakit pada penetasan.
Fumigasi mesin tetas menggunakan potassium permanganate dan formalin.
Formalin dicampurkan kedalam potassium permanganate dan mesin tetas
ditutup selama 30 menit. Mesin tetas dapat dijalankan 12-24 jam setelah dilakukan
fumigasi. Fumigasi telur tetas juga dilakukan sebelum telur disusun di dalam
mesin tetas (Oluyemi dan Roberts, 1979).
Inkubasi Telur Tetas
Suhu dan Kelembaban Inkubator
Suhu
dan kelembaban relatif harus diatur selama inkubasi agar kehidupan embrio di
dalam telur dapat dipertahankan pada tingkat optimal (Williamson dan Payne,
1993). Pembentukan embrio yang optimal terjadi saat suhu 37,2-39,4°C (Ensminger
et.al.,2004)._Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan mortalitas embrio
meningkat, sebaliknya suhu yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan
embrio dan telur tidak menetas. Suhu optimum perkembangan embrio berbeda pada
masing-masing telur, hal ini dipengaruhi oleh ukuran telur, kualitas kulit
telur, genetik (breed atau strain), umur telur saat dimasukkan dalam inkubator,
kelembaban inkubasi (Mulyantini, 2010). Kelembaban udara relatif pada mesin
tetas selama 18 hari pertama inkubasi harus sekitar 60%. Selama tiga hari
terakhir atau periode penetasan kelembaban harus sekitar 70% (Ensminger et
al, 2004).
Ventilasi
Ventilasi
diperlukan untuk membersihkan mesin tetas dari ammonia dan bahan berbahaya yang
dapat menyebabkan pembusukan pada telur setelah mesin tetas difumigasi (Oluyemi
dan Robert, 1979).
Peneropongan Telur (Candling)
Peneropongan
dapat dilakukan untuk mengetahui fertilitas dan kematian embrio. Telur yang
tidak fertil dapat diketahui setelah 15-18 jam inkubasi. Pemeriksaan kedua
dapat dilakukan setelah 14 sampai 16 hari inkubasi, embrio yang mati dapat
dikeluarkan dari inkubator (Ensminger et al., 2004).
Posisi Telur
Penempatan
telur pada mesin tetas memanjang sumbu horizontal atau vertikal. Bagian yang
tumpul dari telur harus berada dibagian atas ketika telur diletakkan secara
vertikal. Bagian tumpul tersebut terdapat banyak pori-pori kerabang yang
memungkinkan lebih besar kehilangan uap air dan gas dibandingkan bagian lain
pada kerabang (Ensminger et. al., 2004).
Rak telur dan Rak Anak Ayam
Rak telur merupakan tempat telur tetas yang akan
ditetaskan. Ukuran rak telur tergantung kapasitas mesin penetas. Penempatan rak
telur dibawah sumber panas dan mudah diamat dari luar.
Rak anak ayam merupakan tempat anak ayam yang
baru menetas sementara belum belum dikeluarkan dari mesin. Rak anak unggas ini
beberapa mesin tetas tidak tersedia, maka rak telur bertindak juga sebagai rak
anak unggas/
Waktu Inkubasi
Waktu
inkubasi pada telur ayam yaitu 21 hari. Semakin besar ukuran telur maka waktu
inkubasi yang diperlukan semakin lama, begitu juga dengan telur yang berukuran
kecil membutuhkan waktu yang lebih cepat (Ensminger et al., 2004).
Infertil
Telur infertile merupakan telur yang
tidak termasuk kedalam kategori penetasan. Telur yang infertile tidak dapat
ditetaskan karena telur tersebut kosong.
Telur yang tidak dapat ditetaskan dapat disebabkan oleh bobot telur
tidak sesuai dengan standar, telur kotor. Telur yang kotor diduga telah
terkontamnasi oleh mikroba-mikroba pathogen.
Fertil Mati
Fenomena telur mati setelah
dimasukkan kedalam incubator dapat terjadi karena manajemen penetasan yang
kurang baik. Telur mati pada saat peneropongan dikatakan mati apabila tidak ada
lingkaran darah atau pertumbuhan embrio. Ciri-ciri ini dapat disebabkan oleh
pejantan kurang aktif dan kualitas sperma yang kurang baik serta gizi pejantan
yang kurang baik. Selain itu telur terlalu lama disimpan, telur tidak boleh
disimpan lebih dari lima hari atau lingkungan penyimpanan telur hangat, yaitu
suhu besar dari 20º c. Embrio dapat mati pada umur 12-18 hari, hal ini dapat
terjadi karena suhu penetasan terlalu rendah atau terlalu panas, ventilasi
kurang baik sehingga sirkulasi udara dari dalam incubator tidak baik, pemutaran
telur tidak benar dan kebakaan. Selain itu embrio yang telah berkembang didalam
kerabang telur dapat mati karena suhu penetasan yang terlalu rendah atau
terlalu panas, pemutaran telur tidak benar, kelembaban rata-rata terlalu tinggi
dan penyakit.
Daya Tetas Telur
Daya tetas adalah perbandingan
antara jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertile. Daya tetas
telur sangat dipengaruhi oleh factor penyimpan telur, factor genetic, suhu dan
kelembaban, musim, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan
penyakit (Lubis 1994) serta perbandingan antara jantan dan betina (Sudaryanti
1985).
Kematian embrio tertinggi terjadi
pada minggu pertama proses penetasan, lima hari penetasan atau tiga hari
terakhir masa penetasan. Kegagalan penetasan anak ayam ditandai dengan kematian
embrio menjelang menetas disebabkan oleh perbandingan jantan dan betina yang
tidak tepat, sirkulasi udara yang kurang baik terutama pada hari ke 20 dan ke
21 masa pengeraman serta factor kelembaban yang tidak stabil.
Bobot tetas
Hadijah (1987) menyaakan bahwa
bobot telur ternyata dapat digunakan sebagai indicator bobot tetas, dimana
telur yang lebih berat akan menghasilkan DOC yang lebih berat. Selain itu
coleman (1979) berpendapat bahwa telur yang mempunyai berat lebih besar akan
menghasilkan bobot tetas yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil,
tetapi telur telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya selton dan
sleger menyimpulkan baha bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan
korelasi yang positif.
Identifikasi Jenis
Kelamin DOC
Identifikasi jenis kelamin
dengan cara vent menthod membutuhkan keahlian yang tinggi, sehingga dapat
mencapai keakuratan sampai 95% dan untuk mencapai angka ini masih sedikit orang
yang bisa melakukannya. Menurut piliang(1992), metode untuk menentukan jenis
kelamin DOC adalah dengan melihat organ kopula rudimenter di dalam kloaka, yang
disebut vent menthod. Sujionohadi dan setiawan (1998) mengatakan bahwa DOC
jantan akan terlihat adanya papilla yang menonjol, sedangkan pada betina tidak
terdapat.
Penetasan telur
Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan
telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya
mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa
mengeram. Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh dengan cara menetaskan
telur yang sudah dibuahi. Menurut Paimin (2000) penetasan telur ada dua cara,
yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin
tetas). Kapasitas produksi unggas sekali pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir
telur. Akan tetapi, untuk mesin tetas sangat bervariasi tergantung kapasitas
mesinnya (minimal 100 butir telur).
Menetaskan telur dengan alat tetas buatan
berbeda dengan cara pertama, maka pada cara kedua ini 100% aktivitas penetasan
itu membutuhkan campur tangan manusia dan sang induk tidak tahu menahu masalah
penetasan. Induk unggas itu hanya bertelur dan tidak punya tugas untuk
menetaskan telur tetas melalui aktivitas pengeraman. Selama mengeram hingga
anaknya disapih, ayam atau unggas itu tidak akan bertelur (Rasyaf, 1990).
Penetasan telur pada
prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio
unggas. Penetasan dapat dilaksanakan dengan penetasan secara alami dan secara
buatan menggunakan mesin tetas. Hal ini sesuai bahwa penetasan adalah
menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio didalam telur. Pada
penetasan secara alami (natural incubation) pengeraman dilakukan oleh
induknya, namun pada itik tidak dilakukan oleh induknya melainkan dilakukan
oleh unggas lainya seperti ayam atau entok. Kelebihan dari penetasan alami
adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan alat, tidak tergantung sumber panas,
sedangkan kekuranganya adalah kapasitas sedikit, produksi telur rendah, dan
mudah terjadinya penularan penyakit.
Penetasan buatan (artifical incubation) adalah penetasan secara yang
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut mesin tetas atau incubator.
Prinsipnya adalah menyediakan kondisi lingkungan (temperatur, kelembapan, dan
sirkulasi udara) yang sesuai dengan kondisi asli untuk perkembangan embrio
secara optimal sehingga telur dapat menetas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa penetasan merupakan proses perkembangan
embrio didalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat
dilakukan dengan mesin tetas atau secara buatan.
Penetasan buatan dilakukan untuk membantu
unggas yang tidak mempunyai sifat mengeram selain itu juga untuk usaha
komersial. penetasan dengan bantuan mesin tetas mempunyai prinsip yang sama
dengan penetasan secara alami yaitu memberi media yang cocok untuk embrio
berkembang dengan pengaturan suhu agar sesuai dengan suhu pada waktu induk
mengeram dan untuk mengatur kelembaban mesin tetas. Sebelum mesin tetas
digunakan mesin harus dipanaskan dahulu selama 6 – 12 jam. Bila suhu sudah
tidak berubah-ubah, maka mesin baru bisa dipakai. Suhu harus dipertahankan
tetap antara 38,5o – 39o C atau 98 o– 100o
F, kelembaban nisbinya 60%. Bak air dam mesin tetas hendaknya selalu terisi
penuh. Hal ini untuk menjaga 70%, suhu diatur dan ventilasi udara harus baik.
Pengaturan agar kelembaban udara dalam mesin tetas berkisar antara 60-70 lubang
ventilasi sangat diperlukan agar udara segar selalu tersedia (Sarwono, 1995).
Salable Chick
Sesudah anak ayam dikeluarkan dari mesin tetas,
anak ayam perlu mendapatkan perlakuan yang baik. DOC yang ditetaskan diseleksi
kembali untuk memperoleh DOC yang sesuai untuk pembibitan ayam atau lebih
dikenal dengan salable chick. Hal
pertama yang dilakukan adalah pemisahan antara ayam jantan dan ayam betina
berdasarkan tandatanda khusus yang dimilikinya. Pemisahan jenis kelamin ini
disebut dengan istilah sexing (Jake
dan Hiltz, 2007). Setelah anak ayam dipisahkan antara jantan dan betina,
apabila akan dikirim ke peternak (pemesan) maka anak ayam tersebut perlu
diseleksi dulu karena tidak semua anak ayam yang telah menetas baik untuk
dipelihara. Anak-anak ayam tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
- Anak ayam harus sehat, sebab bila dalam kondisi yang tidak sehat maka akan menularkan penyakit dan akan merugikan pemesan.
- Tidak cacat, karena anak ayam yang cacat biasanya pertumbuhannya lambat, angka kematian tinggi serta perawatannya agak sulit.
- Warna bulunya seragam, bila warna bulu anak ayam tidak seragam artinya bibit induk penghasil anak ayam tersebut sudah tidak murni lagi. Ada kemungkinan pertumbuhannya juga akan bervariasi / kurang baik.
- Berat badan anak ayam yang dihasilkan biasanya berkisar antara 32,5-42,5 gram/ekor (untuk ayam ras) sudah dianggap baik.
- Berasal dari induk yang sehat, karena kalau induk tidak sehat akan menular pada anak ayam melalui telur (misalnya penyakit Pullorum) yang pada gilirannya akan menyebar ke tempat lain dengan angka kematian yang tinggi.
- Menetas tepat waktu (21 hari), apabila anak ayam menetas diatas 21 hari sebaiknya tidak dimasukkan dalam kemasan. Pusar kering dan bulu lengkap menutup tubuh.
METODE
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini
adalah telur ayam arab, air untuk kelembaban inkubator. Sedangkan alat yang
diperlukan adalah timbangan, alat pengukur telur, senter untuk peneropongan,
rak telur, inkubator, cawan petris, suhu dan Rh, termometer, wadah air, mesin
tetas Missauri.
Prosedur
Langkah-langkah
yang harus diperhatikan dalam praktikum ini adalah menyiapkan telur dan lakukan
penomoran terhadap ayam arab sebanyak 16 butir untuk sitiap masing-masing kelompok.
Kemudian menghitung bobot telur dengan menggunakan alat pengukur telur,
mengukur panjang telur, lebar telur, indeks bentuk telur, tebal kerabang,
kebersihan kerabang, kedalaman kantung udara dengan menggunakan senter amplas
untuk peneropongan telur dalam mesin tetas.
Setelah
itu telur yang sudah siap untuk dimasukkan kedalam mesin tetas dibawa ke mesin
penyimpanan telur yaitu mesin tetas Misaauri. Selama penyimpanan telur dalam
inkubator mesin tetas perlu dilakukan pengamatan suhu, kelembaban (Rh) dan
pemutaran telur. Kelembaban (Rh) inkubator mesin tetas dapat dijaga dengan
melakukan pengisian ulang bak air dalam inkubator setiap pagi, siang, dan sore.
Untuk melihat berapa suhu dan kelembapannya (Rh) dapat dlihat dan dicatat dari
alat termometer inkubator mesin tetasnya.Dan setiap pagi, siang dan sore posisi
telur harus diubah melalui pemutaran mesin inkubatornya posisi atas, kemudian
posisi bawah. Hal ini dilakukan sampai telur menetas pada waktunnya. Selama
waktu simpan telur keadaan telur yang harus diamati adalah perkembangan
embrionya dan menentukan fertil hidup, fertil mati, dan infertil melalui
peneropongan. Apabila termasuk katergori fertil mati atau infertil maka telur
tersebut harus dikeluarkan dari penyimpanan inkubator kemudian dipecahkan dan
diletakkan diatas cawan petri isinya untuk diamati.
Ketika telur sudah
menetas telur dikeluarkan dari inkubator. Ditimbang bobot badannya dan
ditentukan jenis kelaminnya jantan atau betina berdasarkan sayap. Apabila bulu
sayap sejajar maka jantan, dan tidak sejajar betina
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Berdasarkan pengamatan
terhadap perkembangan telur selama penyimpanan didapatkan data hasil seleksi
telur kelompok J2K4 jum’at siang dari hari ke-1 sampai hari ke-22. Hasil
pengamatan dapat di amati pada tabel berikut.
Tabel 1. Data hasil seleksi telur kelompok J2K4 jum’at siang
Nomor telur
|
Bobot telur (g)
|
Panjang telur (mm)
|
Lebar telur (mm)
|
Indeks bentuk telur (g)
|
Kebersihan kerabang
|
Keutuhan kerabang
|
Keterangan
|
129
|
52,56
|
52,71
|
41,77
|
79,24
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
130
|
51,22
|
54,74
|
41,44
|
75,34
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
131
|
45,98
|
52,18
|
39,50
|
75,70
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
132
|
44,11
|
49,60
|
39,74
|
80,12
|
Bersih
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
133
|
46,29
|
51,99
|
40,28
|
77,48
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
134
|
54,93
|
53,65
|
41,23
|
76,84
|
Kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
135
|
47,35
|
52,61
|
40,23
|
76,85
|
Bersih
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
136
|
48,88
|
55,35
|
39,86
|
72,01
|
Bersih
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
137
|
49,57
|
51,11
|
41,37
|
80,94
|
Kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
138
|
46,69
|
52,94
|
39,45
|
74,52
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
139
|
49,20
|
53,88
|
40,74
|
75,61
|
Bersih
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
140
|
49,94
|
53,46
|
40,77
|
76,26
|
Kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
141
|
45,42
|
48,04
|
41,15
|
85,66
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
142
|
45,33
|
53,11
|
39
|
73,43
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
143
|
45,92
|
52,12
|
39,47
|
75,73
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
144
|
49,61
|
53,96
|
40,32
|
74,72
|
Agak kotor
|
Utuh
|
Yolk terlihat
|
Sedangkan berdasarkan pengamatan terhadap
perkembangan telur selama penyimpanan didapatkan data peneropongan 1 & 2 hasil
seleksi telur kelompok J2K4 jum’at siang dari hari ke-1 sampai hari ke-22.
Hasil pengamatan dapat di amati pada tabel berikut.
Tabel 2. Data peneropongan 1 & 2 hasil seleksi telur kelompok J2K4
jum’at siang
Nomor telur
|
Bobot telur (g)
|
Peneropongan 1
|
Peneropongan 2
|
Transfer
|
Bobot tetas
|
Keterangan
|
||||
Fertil hidup
|
Fertil mati
|
Infertil
|
Fertil hidup
|
Fertil mati
|
Infertil
|
|||||
129
|
52,56
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
130
|
51,22
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
131
|
45,98
|
Ѵ
|
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
32,89
|
Betina
|
132
|
44,11
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
|
Mati
|
133
|
46,29
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
32,46
|
Jantan
|
134
|
54,93
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
|
|
135
|
47,35
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
|
|
136
|
48,88
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
33,74
|
Jantan
|
137
|
49,57
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
34,57
|
Betina
|
138
|
46,69
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
32,10
|
Betina
|
139
|
49,20
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
53,08
|
Betina
|
140
|
49,94
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
|
|
141
|
45,42
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
32,51
|
Betina
|
142
|
45,33
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
35,50
|
Betina
|
143
|
45,92
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
|
|
144
|
49,61
|
Ѵ
|
-
|
-
|
Ѵ
|
-
|
-
|
|
|
|
Adapun data hasil seleksi akhir rekap kelas
kelompok J2 adalah ada pada tabel dibawah berikut.
Tabel 3. Data hasil seleksi akhir rekap kelas kelompok J2
Keterangan:
Perbandingan DOC jantan : betina = 1 : 2,4
PEMBAHASAN
Kualitas telur adalah sesuatu yang dinilai,
dilihat dan diamati pada telur untuk perbandingan baik atau tidaknya telur
sehingga dapat dipergunakan untuk kebutuhan konsumen. Kualitas eksternal
dilihat pada kebersihan kulit, tekstur dan bentuk telur.
Penentuan kualitas telur didasarkan pada :
ciri-ciri telur yang berpengaruh terhadap penerimaan konsumen, daya guna telur,
dan keamanannya sebagai bahan pangan. Ada beberapa pengelompokan telur kedalam
beberapa tingkatan tergantung pada negara yang bersangkutan (2,3 atau 4
tingkatan). USDA membagi menjadi 4 tingkatan kualitas yaitu: Grade 1 (AA),
grade 2 (A), grade 3 (B) dan grade 4 (C). Sedangkan Indonesia membagi menjadi 3
tingkatan yaitu mutu 1,2 dan 3 (SNI-1995).
Adupun ciri-ciri penentu kualitas telur yang
harus diperhatikan adalah kerabang telur (kebersihan, keutuhan, bentuk,
kehalusan, dan ketebalan), kantung udara (kedalaman, letak, dan bentuk), putih
telur (kekentalan, dan ada/tidaknya noda), kuning telur (keutuhan, bentuk,
diameter dan ada/tidaknya noda). Dalam penentuan kualitas
telur secara eksterior, yang diperhatikan yaitu :
1. Bentuk telur
Untuk
menentukan bentuk telur, harus diketahui bentuk telur yang ideal. Indeks
telur yang normal berkisar pada 60 .
Indeks
telur = Lebar telur x
100%
Panjang telur
Indeks telur yang didapat oleh kelompok 4 J2 diatas 70-80 g dan jumlah
rata-rata yang didapat 77 g, artinya indeks telur masih terdmasuk kedalam
indeks telur yang normal.
2. Berat telur
Berat
telur dapat digolongkan yaitu sebagai berikut :
No.
Golongan
Berat per butir (gram)
|
1.
Jumbo
Lebih dari
65
2. Extra
large
60 – 65
3.
Large
55 – 60
4.
Medium
50 – 55
5.
Small
45 – 50
6.
Peewee
kurang dari 45
|
Dari keterangan tabel berat telur
yang diatas dapat dibandingkan bahwa hasil berat telur yang didapat oleh
kelompok 4 J2 adalah termasuk kedalam telur yang tergolong bobot telur yang small
yaitu berat per butirnya 45-50 gram dan setelah dirata-ratakan hasilnya 48,31
g.
3. Keadaan kerabang
USDA Egg
Grading Manual telah membuat klasifikasi kualitas telur berdasar bentuk dan
tekstur kerabang menjadi tiga, sebagai berikut :
a. Normal, yaitu kerabang telur
memiliki bentuk normal, termasuk tekstur dan kekuatan kerabang serta tidak ada
bagian yang kasar.
b. Sedikit normal, yaitu pada kerabang
telur ada bagian yang bentuknya tidak/kurang beraturan serta ada bagian yang
sedikit kasar, tetapi tidak terdapat bercak-bercak.
c. Abnormal, yaitu bentuk kerabang
tidak normal, tekstur kasar, terdapat bercak-bercak atau bagian yang kasar pada
kerabang.
Secara terperinci, kualitas telur secara eksterior
dibagi menjadi 4 yaitu : AA (baik sekali), A (baik), B (sedang), C
(rendah).
Kualitas telur secara eksterior
Item
AA
A
B
C
|
Kerabang
Bersih
Bersih
Kotoran 1/32-1/16 Kotoran>16
Tidak pecah Tidak pecah Tidak
pecah Tidak
pecah
Bentuk telur
Normal
Normal Kadang
tidak Kadang tidak
normal
normal
|
Berdasarkan kualitas telur eksterior dari keadaan
kerang telur yang jilaskan pada tabel dibagi menjadi 3 (normal, sedikit normal,
dan abnormal) menurut USDA egg grading manual. Dari penjelas tersebut jenis
keadaan telur yang didapat oleh kelompok 4 J2 adalah normal yaitu kerabang
telur memiliki bentuk normal, termasuk tekstur dan kekuatan kerabang serta
tidak ada bagian yang kasar. Dan termasuk kedalam kualitas/mutu AA.
Penentuan mutu telur menurut U.S. Egg Grading
Manual dan Standar Nasional Indonesia
Kualitas AA (Mutu 1)
Kondisi telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman kantung udara tidak boleh lebih dari 3,2 mm (SNI : < 0,5 cm). Putih telur harus bersih, kental dan stabil, dengan konsistensi seperti gelatin, Ketika diteropong, kuning telur tidak bergerak-gerak, berbentuk bulat, terletak ditengah telur, kuning telur dan bersih dari bercak darah atau noda apapun. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur ketika di teropong tidak terlihat jelas.
Kualitas AA (Mutu 1)
Kondisi telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman kantung udara tidak boleh lebih dari 3,2 mm (SNI : < 0,5 cm). Putih telur harus bersih, kental dan stabil, dengan konsistensi seperti gelatin, Ketika diteropong, kuning telur tidak bergerak-gerak, berbentuk bulat, terletak ditengah telur, kuning telur dan bersih dari bercak darah atau noda apapun. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur ketika di teropong tidak terlihat jelas.
Kualitas A (Mutu 2)
Cangkang telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman rongga udara tidak boleh lebih dari 4,8 mm (SNI : 0,5-0,9 cm). Putih telur harus bersih, dan kental. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur ketika diteropong mulai terlihat agak jelas. Kuning telur berbentuk bulat, posisinya di tengah, harus bersih, dan tidak ada bercak atau noda.
Kualitas B (Mutu 3)
Cangkang bersih, tidak boleh retak, agak kasar, dan mungkin bentuknya abnormal. Kantung udara lebih dari 1,6 mm (SNI : > 1 cm). Putih telur encer, sehingga kuning telur bebas bergerak saat diteropong. Ada noda sedikit, tetapi tidak boleh ada benda asing lainnya dan bagian kuning belum tercampur dengan putih. Kuning telur terlihat gepeng (pipih) bentuknya, agak melebar, bintik atau noda darah mungkin ada, tetapi diameternya tidak boleh lebih dari 3,2 mm.
Cangkang telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman rongga udara tidak boleh lebih dari 4,8 mm (SNI : 0,5-0,9 cm). Putih telur harus bersih, dan kental. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur ketika diteropong mulai terlihat agak jelas. Kuning telur berbentuk bulat, posisinya di tengah, harus bersih, dan tidak ada bercak atau noda.
Kualitas B (Mutu 3)
Cangkang bersih, tidak boleh retak, agak kasar, dan mungkin bentuknya abnormal. Kantung udara lebih dari 1,6 mm (SNI : > 1 cm). Putih telur encer, sehingga kuning telur bebas bergerak saat diteropong. Ada noda sedikit, tetapi tidak boleh ada benda asing lainnya dan bagian kuning belum tercampur dengan putih. Kuning telur terlihat gepeng (pipih) bentuknya, agak melebar, bintik atau noda darah mungkin ada, tetapi diameternya tidak boleh lebih dari 3,2 mm.
Dalam penentuan kualitas telur, kekuatan kerabang
merupakan salah satu pertimbangan ekonomi dalam industri. Tebal kerabang
minimal 0,33 mm adalah cukup baik atau dapat dikatakan telur tersebut cukup
kuat kerabangnya sehingga tidak mudah pecah.
Ketebalan kerabang juga akan menipis semakin
membesarnya telur, karena luas permukaan kerabang bertambah tanpa selalu
diikuti oleh bertambahnya berat kerabang itu sendiri seperti yang dilaporkan
oleh Ahn et al. (1997) bahwa tebal
kerabang akan semakin menurun dengan meningkatnya berat telur. Faktor yang
berpengaruh pada berat telur adalah genetis, pakan dan umur (Yuwanta, 2004).
Sesuai dengan pendapat Abbas (1989) yang
menyatakan bahwa berat jenis telur dipengaruhi oleh tebal kerabang, dimana
dengan semakin meningkatnya ketebalan kerabang telur maka berat jenis akan
meningkat pula, dan semakin besar telur semakin kecil nilai berat jenisnya.
Sarwono (1997) menyatakan perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena adanya
berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain : sifat genetis, umur ayam arab waktu
bertelur dan sifat-sifat fisiologis yang terdapat pada induk. Selanjutnya nilai indeks telur bervariasi antara 65%-82%
dan yang ideal adalah antara 70%-75% (Yuwanta, 2004).
KESIMPULAN
Kerabang telur merupakan pembungkus telur yang
paling tebal, bersifat keras dan kaku. Pada kerabang terdapat pori-pori
yang berfungsi untuk pertukaran gas. Pada permukaan luar kerabang
terdapat lapisan kutikula, yang merupakan pembungkus telur paling luar. Dalam
penentuan kualitas telur secara eksterior, yang diperhatikan yaitu : Bentuk
telur (normal, sedikit normal,abnormal), bobot/berat telur, panjang telur,
lebar telur, keadaan kerabang (bersih, tidak kotor, tidak pecah/utuh,
kedalaman), dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Hendrix Genetic Company. 2009.
ISA Brown Nutritional Management Guide.http://www.isapoultry.com.
Diakses tanggal 12 Maret 2011 pk.20.04.
Jacob, J.P., R.D. Miles, dan F.B.
Mather.2009. Egg Quality.InstituteofFoodand
AgriculturalSciencesUniversityofFlorida,Gainesville.
Suprijatna, E. dan R.
Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
LAMPIRAN
Telur normal Telur
abnormal
Mesin tetas
Missouri Termometer
Suhu dan RH